Makalah Tentang Perilaku Korupsi Kolusi Nepotisme
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah KKN
(Kulosi Korupsi Nepotisme) mulai marak menjadi milik masyarakat kala
berhembusnya angin perubahan di negeri ini yang bernama reformasi sekitar tahun
1998. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Korupsi merupakan penyelewengan
atau penyalahgunaan uang negara (perusahan dsb) untuk keuntungan pribadi atau
orang lain, atau penggunaan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi.
Definisi korupsi berasal dari kata Latin, corruptio dari kata kerja corrumpere
= busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok).
Menurut
Transparency International korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dalam arti
yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan
korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di
mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Kolusi adalah kerja
sama rahasia untuk maksud tidak terpuji, persekongkolan antara pejabat dan
pengusaha. Nepotisme adalah kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan)
sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan
pemerintah.
B.
TUJUAN PENULISAN
Adapun
tujuan penulisan makalah ini, yakni:
- Memenuhi tugas yang di berikan oleh Guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
- Untuk memeberikan pengajaran dan pelajaran bagi para pembaca.
- Untuk menambah wawasan bagi para pembaca khususnya
penulis.
C.
MANFAAT PENULISAN
Manfaat
dari penulisan makalah ini yaitu untuk memberikan pengajaran dan pelajaran
untuk para pembaca, terutama bagi kalangan pelajar SMA agar dapat
mengaplikasikan dari materi yang dibahas pada makalah ini.
BAB
II
POKOK
BAHASAN
A. PEMBAHASAN
Ihwal terjadinya korupsi kerap kali
beriringan dengan terjadinya kolusi dan nepotisme. Oleh sebab itu, memberantas
korupsi juga harus memutus rantai kolusi dan nepotisme. Indonesia saat ini
merupakan negara yang terkenal korup di dunia, suka tidak suka, senang tidak
senang kita harus mengakuinya, karena jika kita mau jujur perilaku KKN memang
sudah menyatu dalam kehidupan sehari-hari kita, dan bahkan telah membudaya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Umumnya yang menjadi permasalahan
dalam pemberantasan KKN di indonesia adalah sebagai berikut :
Ø Komitmen pemerintah yang kurang kuat dalam pemberantasan KKN
Ø Penegakan hukum yang masih lemah
Ø Sistem Penggajian yang tidak sesuai
Ø Sistem Pendidikan yang terimbas KKN
1. Komitmen
pemerintah yang kurang kuat dalam pemberantasan KKN
Bila kita mau belajar, bolehlah kita
menengok kepada beberapa negara tetangga kita, seperti Singapura, Australia,
dan Cina. Negara-negara tersebut merupakan contoh sukses dari negara yang
pemerintahnya mampu menghapuskan prilaku KKN dari bad governance menjadi
good governance. Untuk tindakan berani dalam pemberantasan korupsi,
kolusi dan nepotisme diperlukan suatu komitmen dan dukungan yang kuat dari
pemerintah. Hal ini sangat diperlukan agar tindak pemberantasan korupsi, kolusi
dan nepotisme memiliki legitimasi di mata masyarakat, serta menimbulkan
keberanian bagi setiap individu atau instistusi yang concern dan intens
terhadap pemberantasan KKN.
Indonesia sejak zaman orde baru
hingga orde reformasi, dari pemerintahan presiden soeharto hinga pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono telah mengalami pasang surut dalam pemberantasan KKN,
beberapa institusi yang turut meramaikan kancah pemberantasan KKN di indonesia
adalah sebagai berikut :
Terakhir pada masa pemerintahan
Presiden Megawati Soekarno Putri, pemberantasan KKN masih terlihat setengah
hati, untuk itu diharapkan pada pemerintahan yang sekarang ini proses
pemberantasan terhadap KKN di Indonesia memasuki babak baru dengan komitmen
yang sungguh-sungguh.
2. Penegakan
hukum yang masih lemah
Berbicara mengenai hukum di
Indonesia, maka yang terjadi adalah suatu kemirisan. Betapa suatu proses hukum
dapat di manipulasi, yang benar dapat menjadi salah, dan yang salah bisa
menjadi yang paling benar. Satu hal yang diinginkan oleh para pencari keadilan
dalam berhukum adalah agar tegaknya supremasi hukum di indonesia. Kalau
berbicara tentang korupsi, seringkali respon dari kebanyakan masyarakat hanya
datar – datar saja, bahkan ada yang menganggap biasa, lain halnya kalau kita
berbicara tentang seorang pencopet atau maling ayam yang tertangkap, maka
hujatan dan sumpah serapah atau bahkan penghakiman secara massa terhadap
pencopet dan maling sial tersebut akan berhamburan.
Dalam pemberantasan KKN payung hukum
merupakan legalitas formal dalam pelaksanaanya. Tanpa adanya suatu hukum yang
mengatur pemberantasan tindakan KKN, maka usaha tersebut hanya sia-sia dan
buang-buang waktu saja. Tidak hanya sebatas penerbitan peraturan atau kebijakan
yang mengatur masalah pemberantasan KKN saja yang harus dilakukan, melainkan
juga pelaksanaan serta pengawasan dari pelaksanaan peraturan tersebut, mulai
dari aparatur hukum, pengadilan hingga Mahkamah Agung.
Seringkali kita mendengar istillah
mafia peradilan, plesetan Hakim (Hampiri aku kalau ingin menang), dan
jual beli hukum. Hal tersebut merupakan hal yang lumrah bagi sebagian orang,
juga menyiratkan bahwa hukum kita bermasalah, lembaga penegak hukum kita
bermasalah, bahkan sistem hukum kita pun bermasalah. Kesulitan dalam penegakkan hukum
ditemui apabila para penegak hukum, seperti jaksa, hakim, polisi, tidak
bertindak tegas. Dengan demikian tidak akan terjadi perubahan apa-apa. Terlebih
lagi apabila para penegak hukum dapat disuap, maka para pelaku korupsi malah
bebas dan berkembang biak. Dalam situasi penegak hukum tidak tegas dan tidak
berani berbuat apa-apa, dan policy pimpinan tidak tegas, serta sistem
yang tidak berjalan dengan baik, maka gerakan pemberantasan KKN tidak akan
berjalan.
3. Sistem
Penggajian yang tidak sesuai
Menurut Undang-undang Nomor 43 tahun
1999 Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai
Negeri yang bersangkutan. Pada umumnya sistem penggajian dapat digolongkan
dalam 2 (dua) sistem, yaitu sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Sistem
skala tunggal adalah sistem penggajian yang memberikan gaji yang sama kepada
pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat
pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab pekerjaannya. Sistem skala
ganda adalah sistem penggajian yang menentukan besarnya gaji bukan saja
didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang
dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab
pekerjaannya.
Selain kedua sistem penggajian
tersebut dikenal juga sistem penggajian ketiga yang disebut sistem skala
gabungan, yang merupakan perpaduan antara sistem skala tunggal dan sistem skala
ganda. Dalam sistem skala gabungan, gaji pokok ditentukan sama bagi Pegawai
Negeri yang berpangkat sama, di samping itu diberikan tunjangan kepada Pegawai
Negeri yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, prestasi yang tinggi atau
melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan pemusatan perhatian dan
pengerahan tenaga secara terus menerus.
Aparatur negara merupakan subjek
pelaku dalam pelaksanaan pembangunan di negara ini. Merekalah yang memiliki
akses terhadap fasilitas yang disediakan oleh negara, mereka yang menentukan
kegiatan dalam suatu unit organisasi. Dalam upaya pemberantasan KKN Tak dapat
dimungkiri, mereka adalah golongan yang harus di kedepankan, karena tindakan
KKN kerap terjadi pada kelompok ini.
Secara faktual, tingkat pendapatan
pegawai negeri sipil di Indonesia jauh dari kebutuhan minimum yang layak dan
manusiawi. Itu pun ditambah dengan minimnya alokasi anggaran untuk kegiatan
operasional instansi pemerintah, khususnya aparat penegak hukum, yang
mengakibatkan terkendalanya upaya penegakan hukum, termasuk tindak pidana
korupsi. Setidaknya hal itulah yang selalu menjadi keluhan aparat kepolisian
dan kejaksaan jika masyarakat menagih keseriusan mereka untuk menyelesaikan
kasus korupsi. Robert Klitgaard dalam bukunya “Membasmi Korupsi” menyatakan
bahwa korupsi akan selalu terjadi jika hasil dari korupsi yang dilakukan jauh
lebih tinggi dari insentif yang diterima sebagai pegawai birokrasi. Untuk itu
suatu pemberian imbalan yang layak terhadap aparatur negara nerupakan suatu hal
yang wajar dilakukan untuk memberantas KKN
4. Sistem
Pendidikan yang tidak mengajarkan kotornya KKN
Mengutip tulisan yang dimuat di Kompas Online
pada tanggal 11 Maret 2003 bertajuk Memberantas Budaya Korupsi Lewat
Pendidikan? yang disusun oleh Paul Suparno seorang dosen di Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta, dimana menurut beliau praktik korupsi di Indonesia
sudah menjamur. Tidak ada bidang kehidupan yang tak tercemar virus korupsi,
baik yang kecil maupun besar. Bidang pendidikan pun sudah terkena imbas
korupsi. Bentuk-bentuk korupsi dalam bidang pendidikan antara lain adalah
korupsi waktu para pengajar dalam mengajar, pengkatrolan nilai siswa atau
mahasiswa, korupsi nilai, yayasan sekolah dan penyelenggara sekolah memungut
dana tambahan untuk keperluan lain di luar sekolah.
Bagaimana hendak memberantas KKN jika
generasi-generasi penerus bangsa di masa depan telah terbiasa dengan pola
hidup, pola pendidikan yang berbau KKN, oleh karena itu muncul ide agar budaya
korupsi itu secara perlahan dihilangkan lewat pendidikan (Kompas, 8/2/2003).
Walaupun nampaknya pendidikan tidak akan berdampak apa pun bagi mereka yang
sudah telanjur korupsi dan sudah terbiasa menjalankan korupsi, namun akan
bedampak bagi generasi penerus kelak.
Komitmen pemerintah yang kurang kuat
dalam pemberantasan KKN
solusi yang berkaitan dengan komitmen pemerintah yang kurang
kuat dalam pemberantasan KKN sebagai berikut :
1. Pemerintah
memberikan dukungan moral dan materil kepada aparat penegak hukum
2. Pemerintah
menjadi leader dalam pemberantasan korupsi dan terjun langsung dalam
usaha pemberantasan KKN
3. Pemerintah
tidak pandang bulu dalam menyelesaikan kasus KKN
4. Pemerintah
mengefektifkan lembaga-lembaga yang telah dibentuk dalam usaha pemberantasan
KKN, karena selama ini pemerintah dinilai setengah-setengah dalam misi
memberantas KKN
Penegakan hukum yang masih lemah
Untuk menghilangkan citra rendahnya supremasi hukum di
indonesia dalam pemberantasan KKN, maka perlu diambil langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Pengembalian
kembali citra aparatur hukum, seperti Peradilan, Kejaksaan dan Mahkamah Agung
dengan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai dengan hukum itu sendiri
2. Pemecatan
atau bahkan penangkapan terhadap aparatur hukum yang terbukti melakukan
pelanggaran, serta terlibat dalam korupsi, kolusi dan nepotisme
3. Mengangkat
serta menugaskan orang-orang yang bersih KKN serta memiliki perhatian lebih
terhadap pemberantasan KKN
4. Penyusunan
peraturan perundangan atau kebijakan lain yang mengarah kepada pemberantasan
KKN
5. Aparat hukum
harus mampu menjerat pelaku-pelaku tindakan KKN yang telah terindikasi
terlibat.
6. Aparat hukum
harus mampu membuktikan dan menjebloskan pelaku KKN serta mengembalikan apa
yang seharusnya menjadi hak negara.
7. Menjatuhkan
hukuman seberat-beratnya kepada pelaku KKN, dengan harapan hukuman yang berat
membuat pelaku KKN berpikir dua kali untuk bertindak.
Sistem Penggajian yang tidak sesuai
Memberantas KKN melalui perubahan sistem penggajian dapat
ditempuh melalui :
1. Penerbitan
Undang-undang yang mengatur pemberian imbalan yang sesuai terhadap pegawai
2. Penerapan Konsep Carrot and
Stick atau Kecukupan dan Hukuman dalam penggajian aparatur pemerintah. Carrot
adalah pendapatan bersih (net take home pay) untuk pegawai negeri, baik sipil
maupun TNI dan POLRI yang jelas mencukupi untuk hidup dengan standar yang
sesuai dengan pendidikan, pengetahuan, tanggung jawab, kepemimpinan, pangkat dan
martabatnya. Kalau perlu pendapatan ini dibuat demikian tingginya, sehingga
tidak saja cukup untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan gaya yang
“gagah”. Tidak berlebihan, tetapi tidak kalah dibandingkan dengan tingkat
pendapatan orang yang sama dengan kwalifikasi pendidikan dan kemampuan serta
kepemimpinan yang sama di sektor swasta. Stick atau arti harfiahnya pentung
adalah hukuman yang dikenakan kalau kesemuanya ini sudah dipenuhi dan masih
berani korupsi.
Sistem Pendidikan yang tidak mengajarkan kotornya KKN
Salah satu cara untuk memberantas KKN melalui sistem
pendidikan antara lain sebagai berikut :
1. Secara
langsung, mungkin pendidikan tidak menyentuh esensi pemberantasan KKN, namun
kalau dilihat proses kedepannya, maka sistem pendidikan merupakan jalur yang
tepat untuk memberantas KKN
2. Perancangan kurikulum
pendidikan mulai tingkat SLTP, yang menanamkan kepada anak didik tentang hak
dan kewajiban warga negara atas negaranya, juga menanamkan rasa memiliki negara
ini, dengan mengajarkan apa sebenarnya yang dimaksud dengan korupsi, akibatnya,
dan rasa kebenciannya terhadap korupsi,
3. Pembersihan
pranata pendidikan dari unsur-unsur KKN, baik dari kalangan akademisi maupun
birokratnya.
B. KERANGKA TEORITIS
Perilaku kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) adalah perilaku
yang buruk. Perilaku KKN hidup di zaman rezim Orde Baru dan berlangsung cukup
lama sehingga mengakibatkan krisis multidimensional di negeri Indonesia.
Kolusi, korupsi dan nepotisme pada hakikatnya merugikan bangsa dan negara.
v Kolusi
Kolusi artinya kerjasama atau perekongkolan secara diam-diam
untuk maksud tidak terpuji. Konsekuensi dari perbuatan ini antara lain,
sbb:
a) Dapat menimbulkan banyak fitnah
b) Dapat
memasung tumbuhnya budaya demokrasi dan transparasi
c) Mengganggu hak-hak asasi manusia
d) Pelakunya
dan pihak-pihak yang terkait patut mendapatkan sanksi hukuman yang berat.
e) Menimbulkan kerugian bagi semua pihak, yakni dapat
menimbulkan kepentingan umum, bangsa dan negara.
f) Dapat memerosotkan nama baik bangsa dan negara
g) Pemerintah banyak menanggung kerugian, yang menimbulkan
krisis multidimensi.
v Korupsi
Korupsi artinya penyelewengan atau penggelapan harta milik
negara atau perusahaan. Konsekuensi perilaku korupsi antara lain, sbb:
a) Negara mengalami krisis moneter dan menjadi miskin
b) Perusahaan
menjadi bangkrut dan pailit
c) Perekonomian negara menjadi terseok-seok
d) Cita-cita
masyarakat yang adil dan makmur menjadi terhambat
e) Menimbulkan kekacauan, stabilitas ketertiban dan keamanan
terganggu
f) Dapat menimbulkan kerawanan sosial.
v Nepotisme
Nepotisme artinya tindakan memilih kerabat sendiri, teman
atau sahabat untuk menjabat pemerintahan; atau, kecendrungan untuk mengutamakan
sanak saudara atau teman dalam menduduki jabatan dalam suatu perusahaan atau
pemerintahan. Akibat negatif dari kecendrungan mengutamakan sanak saudara
atau teman dalam menduduki jabatan dalam suatu perusahaan atau pemerintahan
antara lain, sbb:
a)
Menjadi lemahnya aktivitas demokrasi
di lembaga itu
b)
Jabatan strategis di lembaga itu
selalu di isi oleh koleganya atau sanak keluarganya
c)
Dapat merusak sendi-sendi demokrasi
yang selama ini di bangun
Lembaga
itu menjadi semi monarki, artinya jabatan dipegang secara turun menurun
BAB III
PENUTUP
- PENUTUP
Dari makalah yang di paparkan diatas, maka dapat di
tarik kesimpulan yaitu bahwa Landasan yuridis pemberantasan korupsi dalam
bingkai UUD 1945 seharusnya dapat menjamin dan memelihara keseimbangan
proteksi terhadap hak asasi tersangka dan terdakwa serta terpidana korupsi dan
korban (individual dan kolektif) sesuai dengan bunyi ketentuan
Pasal 28 D ayat (1) dan Pasal 28 J UUD 1945. Diperlukannya Kitab UU Hukum
Pidana (lege generali) dan UU PK (lex
specialis) serta UU administratif
yang diperkuat dengan ketentuan pidana( lex
specialis systematic) dalam menyelesaikan kasus Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (PTPK) . Di samping itu
diperlukan kesamaan persepsi penegak
hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selama ini ternyata masih ada
beberapa masalah hukum yang dihadapi penegak hukum dalam menangani kasus-kasus
tindak pidana korupsi, khususnya menyangkut perbankan. Apalagi setelah ada
putusan Mahkamah Konstitusi pada Juli 2006 atas pengajuan uji material beberapa
pasal dalam UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) dan UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Salah satu amar putusannya
menyatakan bahwa pengertian unsur 'melawan hukum' hanya dapat ditafsirkan dalam
pengertian formil, maka akan semakin menambah kesulitan bagi penegak hukum
dalam membasmi korupsi di Indonesia.
- KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan mengenai permasalahan dalam Pemberantasan KKN di Indonesia dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
- Korupsi, kolusi dan nepotisme yang terjadi Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang sangat parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan
- Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan antar Penyelenggara Negara melainkan juga antara Penyelenggara Negara dengan pihak lain yang dapat merusak sendi2 kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk pencegahannya
- Good Governance merupakan suatu keharusan yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Dalam pelaksanaan pemberantasan KKN di Indonesia ditemukan beberapa masalah yakni, Komitmen pemerintah yang kurang kuat dalam pemberantasan KKN, Penegakan hukum yang masih lemah, Sistem Penggajian yang tidak sesuai, Sistem Pendidikan yang terimbas KKN
- SARAN
Berdasarkan uraian mengenai
kesulitan pemberantasan KKN di Indonesia dapat penulis kemukakan beberapa saran
sebagai berikut :
1. Kejahatan
korupsi, kolusi dan nepotisme tidak akan pernah dapat diberantas jika tidak ada
kemauan dari seluruh pihak untuk memberantasnya
2. Pemerintah
harus memberikan komitmen dalam pemberantasan KKN serta menjadi soko guru dalam
usaha pemberantasan selanjutnya
3. Perbaikan
sistem nasional secara menyeluruh secara bertahap yang menekankan kepada
prioritas penegakan hukum, perbaikan sistem penggajian aparatur pemerintah,
serta sistem pendidikan.
4. Mulailah
dari saat ini, mulai dari hal-hal kecil, mulai dari diri sendiri untuk
memberantas KKN di Indonesia
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-undang No. 28 tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan bebas KKN
Undang-undang No. 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantas tindak Pidana Korupsi
Kwik Kian Gie, Pemberantasan
Korupsi untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan, dan Keadilan,
tanpa penerbit tanpa tahun
Klitgard, Robert , 1998. Membasmi
Korupsi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Tim Pemberantasan Korupsi antara harapan dan kekhawatiran
online diakses 18 Agustus 2005 (http://www.pemantauperadilan.com)
http://www.ferisugiarto.co.cc/2010/08/perilaku-kolusi-korupsi-dan-nepotisme.html