MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KONFLIK ANTAR SUKU DI PAPUA DAN PERAN PEMUDA DALAM PENYELESAIANNYA


A.2 Tinjauan Pustaka

            Berdasarkan makalah ini,dapat di artikan bahwa etnis atau suku banyak terjadi konflik di Indonesia ini. Indonesia merupakan Negara yang banyak mempunyai keanekaragaman suku,etnis,ras dan agama. Berdasarkan makalah ini saya mengangkat tema konflik yang terjadi di antar suku di Papua. Masih banyak sekali yang harus di selesaikan . banyak perbedaan pendapat yang mengakibatkan terjadinya perbedaan dan muncullah konflik di setiap daerah. Misal dari suku dayak dan suku Madura,yang sampai sekarang masih membara. Entah apa yang terjadi di antara suku tersebut yang pasti itu semua dipengaruhi oleh setiap masing-masing kepala suku. Bagaimana pemerintah memandang ini ? apa yang terjadi jika konflik ini tak kunjung di selesaikan ?

Dalam kehidupan masyarakat konflik merupakan hal yang wajar dan biasa, karena setiap individu memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan ketika kepentingan antara satu individu denan individu lain ataupun kepentingan kelompok dengan kelompok saling berbenturan maka terjadilah konflik.

Pada dasarnya, muculnya konflik tidak bisa lepas dari kehidupan suatu masyarakat, karena konflik merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihilangkan dalam suatu interaksi sosial. Konflik hanya dapat dikendalikan dan diminimalisasikan saja, sehingga konfik yang timbul tidak sampai stadium lanjut yang mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Namun, kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini tengah menghadapi ancaman serius berkaitan dengan mengerasnya konflik-konflik dalam masyarakat, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Konflik-konflik ini muncul dengan dipicu oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik faktor dari dalam maupun dari luar. Selanjutnya akan di kupas dalam makalah ini.




A.3 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah suatu Negara yang banyak mempunyai beraneka ragam suku,etnis,ras dan agama. Banyak sekali kekayaan alam yang tersebardi Sabang sampai Merauke. Tidak hanya kaya akan alam tetapi Indonesia juga kaya akan budayanya berupa suku, etnis, ras, dan berbagai agama (SERA) yang berbeda – beda dan setiap daerah mempunyai budaya masing-masing. Suku-suku di daerah pedalaman Indonesia masih kental akan warisan nenek moyang mereka, yang dijaga dan dilestarikan secara turun temurun dari jaman dulu sampai saat ini. Semua keragaman yang ada di Indonesia tercipta dari kehidupan sehari-hari yang dijalani oleh masyarakat, sehingga muncul berbagai variasi baru dalam bentuk budaya, baik hasil dari penciptaaan budaya baru maupun dari kebiasaan masyarakat. Ada nilai positif dan negatif dari keanekaragaman yang ada di Indonesia. Sisi positifnya adalah Indonesia akan penuh dengan keragaman budaya, karena tidak semua Negara mempunyai keanekarageman seperti yang ada di Indonesia.Sisi negatifnya adalah rawan terjadi konflik di kalangan masyarakat. Hal ini perlu perhatian serius dari semua kalangan karena jika tidak dipandang secara serius, akan terjadi konflik yang berujung pada tindak kekerasan sampai pembunuhan. Jika terjadi konflik di kalangan masyarakat secara terus menerus, tentunya akan menurunkan citra Indonesia di mata internasional serta mengancam ketahanan nasional.Bukan hanya ketahanan yang akan terancam tetapi persatuan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia juga akan terpecah sehingga mengakibatkan banyak Negara yang akan memanfaatkan keadaan tersebut. Konflik yang terjadi di Papua harus segera di selesaikan dan dipastikan tidak adaq perbedaan yang akan menimbulkan suatu konflik. Oleh karena itu, pemahaman tentang “Bhinneka Tunggal Ika” masih harus di tanamkan kepada setiap warganegara Indonesia agar tidak terjadi perpecahan. Dan ini menjadi tanggung jawab kita semua sebagai warga Negara Indonesia bukan hanya pemerintah saja.

  A.4 Rumusan Masalah

                                    1. Apakah definisi konflik dan suku ?

                                    2. Bagaimankah konflik yang terjadi antar suku di Papua ?

                                    3. Apakah penyebab konflik itu terjadi ?

                                    4. Bagaimana dampak konflik tersebut terhadap masyarakat di Indonesia ?

                                    5. Bagaimana penyelesaian konflik yang terjadi di Papua ?

                                    6. Bagaimana peran pemuda dalam menghadapi konflik ?


                        A.5 Maksud dan Tujuan Makalah

                                    Adapun dari tujuan makalah ini adalah :

1.      Memenuhi tugas UAS dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

2.      Mengetahui dan memahami pengetahuan konflik  dan penyebab konflik

3.      Mengetahui bagaimana konflik antar suku  muncul di suatu Negara

4.      Mmeberikan solusi untuk konflik antar suku

5.      Memperoleh analisis dari hasil penelitian konflik antar suku

6.      Mengetahui dan memahami peran generasi muda dalam suatu konflik

BAB II

 PEMBAHASAN


B.1 Definisi Konflik dan Suku


a. Definisi Konflik

     Konflik berasal dari kata kerja Latin Configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.

  1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
  2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
  3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
  4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
  5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
  6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).

            Jadi, kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah konflik bias diartikan sebagai; interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain saling bergantung namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan dimana setidaknya salah satu dari pihak-pihak tersebut menyadari perbedaan tersebut dan melakukan tindakan terhadap tindakan tersebut.

            Implikasi dari definisi konflik adalah :

a.       Konflik dapat terjadi di dalam atau di luar sebuah system kerja peraturan.

b.      Konflik harus disadari oleh setidaknya salah satu pihak yang terlibat dalam konflik tersebut.

c.       Keberlanjutan bukan suatu hal yang penting karena akan terhenti ketika suatu tujuan telah tercapai

d.      Tindakan bisa jadi menahan diri dari untuk tidak bertindak       


b. Definisi Suku

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa :

Suku--bangsa kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan identitas perbedaan kebudayaan, khususnya bahasa;

Selain itu juga ada pendapat lain yang berusaha men definisikan mengenai apa itu suku bangsa:

1.                     Dikutip dari id.wikipedia.org Kelompok etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut dan oleh kesamaan budaya,bahasa,agama,perilaku atau ciri-ciri biologis.

2.                     Menurut Koentjaraningrat (1989), suku bangsa merupakan kelompok sosial atau kesatuan hidup manusia yang mempunyai sistem interaksi, sistem norma yang mengatur interaksi tersebut, adanya kontinuitas dan rasa identitas yang mempersatuan semua anggotanya serta memiliki system kepemimpinan sendiri.

3.                     Menurut Theodorson dan Theodorson yang dikutip oleh Zulyani Hidayah (1999), kelompok etnik adalah suatu kelompok sosial yang memiliki tradisi kebudayaan dan rasa identitas yang sama sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang lebih besar.

Jadi kesimpulan dari definisi diatas ialah suku bangsa sebagai kesatuan hidup manusia yangmemiliki kebudayaan dan tradisi yang unik, membuat mereka mereka memiliki identitas khusus dan berbeda dengan kelompok lainnya, dan suku bangsa merupakan bagian dari populasi yang lebih besar yang disebut dengan bangsa.


B.2. KONFLIK ANTAR SUKU DI PAPUA


Beberapa tahun belakangan media di Indonesia, baik lokal maupun nasional memberitakan mengenai konflik antarsuku yang terjadi di Papua.  Timika sering diplesetkan Tiap Minggu Kacau.  Bukan Timika jika tak ada kekacauan, bentrok ataupun kerusuhan.  Masih segar dalam ingatan kita bahwa di Timika selalu terjadi konflik antarsuku.  Konflik antara PT Freeport Indonesia (PT FI) dengan warga setempat juga turut mewarnai tragedi konflik di daerah itu.  Sebagai contoh kerusuhan yang terjadi Tahun 1996.  Kerusuhan yang telah menelan korban jiwa pada masyarakat sipil dan korban materil yang tak terhitung jumlahnya.  Saat itu, pihak perusahaan menggunakan jasa aparat keamanan untuk menembaki, memperkosa, meneror dan mengancam warga Papua.  Konflik di Timika pula yang akhirnya menghasilkan pemberian dana 1 persen dari pendapatan bersih PT FI pertahun untuk Masyarakat Amungme dan Kamoro. Walaupun kini dana 1 persen itu lebih banyak digunakan untuk kepentingan PT FI sendiri.

Konflik berikutnya yang terjadi di Timika yakni antara masyarakat dengan pemerintah. Sebagai contoh kerusuhan menyikapi rencana pemerintah pusat untuk pemekaran Provinsi Papua Tengah dengan Ibu Kota di Timika.  Konflik ini terjadi pada tahun 2004 yang menyebabkan 4 warga sipil tewas terkena panah.  Konflik yang selalu terjadi di Timika juga antara masyarakat dan masyarakat.  Contoh kasus misalnya konflik saling menyerang antara Suku Dani dan Suku Damal.  Bahkan dalam catatan telah sepuluh kali terjadi di Timika.  Seperti konflik antara Suku Dani dan Damal di Kwamki Lama dan juga konflik berlanjut di Banti dan Kimbeli di Tembagapura dekat PT FI mengeksploitasi emas, tembaga dan mineral ikutan lainnya.  Konflik selanjutnya adalah antara aparat keamanan dan warga sipil.  Contoh kasus, antara warga sipil yang berasal dari Suku Key dan Pihak Kepolisian.  Konflik ini juga telah melumpuhkan aktivitas Kota Timika. Dalam konflik ini satu warga sipil tewas tertembak.  Konflik selanjutnya yang sering terjadi di Timika adalah antara aparat keamanan sendiri. Contoh kasus seperti Aparat TNI saling melakukan penyerangan terhadap Aparat Kepolisian. Aparat TNI menyerang Pos Polantas di Timika Indah. Dalam konflik ini sejumlah pihak mengalami kerugian.  Contoh konflik-konflik tersebut selalu terjadi di Timika dan telah membuka peluang untuk timbul lagi konflik lama karena dalam proses penyelesaian tak pernah tuntas.  Keadilan dalam penyelesaian kasus konflik bagai panggang jauh dari bara.

Contoh kasus penyelesaian perdamaian misalnya ketika penyelesaian denda adat antara Suku Dani dan Damal. Denda adat terkumpul Rp 2 Miliar.  Uang sebanyak itu diperoleh melalui bantuan perusahaan yang beroperasi di Timika dan pemerintah setempat.  Juga diperoleh dari hasil usaha pihak-pihak yang bertikai.  Dana sebanyak itu bukan untuk membayar musuh atau pihak lawan tetapi pihak untuk membayar keluarga korban dalam sukunya sendiri.  Akhirnya dendam antara suku-suku yang bertikai masih terus berlanjut.  Jika Aparat Polisi tak mengungkap siapa pelaku penembakan dan juga jika tak diberikan hukuman setimpal, maka dendam masih berlanjut.  Jika dilihat secara seksama, maka konflik di Timika lebih intensif dibanding konflik yang terjadi kota-kota lainnya di Papua. Hal ini terjadi mungkin saja karena ada aktor yang ‘bermain’ di balik konflik antarsuku di Papua.


B.3. PENYEBAB KONFLIK ANTAR SUKU DI PAPUA

 Perang suku atau lebih tepat disebut pertikaian antarsuku merupakan salah satu bentuk konflik yang lazim terjadi dalam kehidupan di Papua, setidaknya sampai tahun 1987.  Pada sepuluh tahun belakangan ini, tampak ada gejala timbulnya pertikaian antarsuku dalam bentuk yang lebih kompleks, sebagai contoh sebagaimana kejadian di Timika yang banyak dimuat dalam berbagai berita media massa cetak maupun elektronik pada akhir tahun 2006.  Gejala timbulnya pertikaian antar suku-suku di Papua kini bukan hanya akibat struktur sosial budaya setempat, melainkan bisa terjadi akibat mengakarnya faham kago (ratu adil) yang secara psikologis membentuk perilaku konflik ketimpangan pembangunan dan kehidupan sosial ekonomi.  Analisis konflik sosial dan penanganannya dibangun dari sebuah teori psikologi sosial dengan pendekatan antropologi yang sederhana tetapi diperkuat dengan penjelasan asal mula terjadinya perbedaan kepentingan yang dipersepsikan oleh pihak-pihak yang berkonflik serta konsekuensinya terhadap pemilihan strategi penanganan pertikaian. Hal ini didasarkan pada kerangka pikir tentang dampak kondisi sosial budaya terhadap perilaku sosial. Beberapa penyebab terjadinya konflik di Papua antara lain    :

1.      Banyaknya warga pendatang baru yang berasal dari luar Papua.

Timika sebagai daerah perusahaan merupakan magnet bagi para imigran yang datang dari luar Papua untuk mencari kehidupan yang lebih layak dengan mencari pekerjaan di Timika.  Lantaran adanya perusahaan asing bertaraf internasional yang kini mampu menampung karyawan sebanyak 19.000 orang.  Belum lagi banyaknya karyawan di sejumlah perusahaan swasta maupun pemerintahan di Timika yang didominasi warga pendatang.  Kondisi ini menggambarkan bahwa jumlah Warga Luar Papua yang masuk ke Timika lebih dari angka 200an/hari.    Hal ini pernah diakui oleh Kepala Distrik Mimika Baru, James Sumigar S.Sos kepada wartawan, setiap hari warga pendatang baru yang mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Distrik Mimika Baru sebanyak 200 orang (Papua Leading News Portal).  Lantaran animo Warga Luar Papua yang datang ke Timika sangat tinggi, maka jangan heran jika konflik antara sesama warga Timika selalu terjadi.  Selain itu Timika sebagai kota perusahaan dengan alasan pengamanan alat vital milik PT FI maka pemerintah pusat selalu mengirim pasukan dalam jumlah tertentu.  Oleh karena itu, tak jarang terjadi konflik baik antara aparat keamanan dengan warga sipil maupun antara aparat keamanan sendiri.  Timika juga dikenal dengan daerah perputaran uang paling tinggi.  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2008 di Kabupaten Mimika sebesar Rp 2 Triliun (Papua Leading News Portal).  Dana sebanyak itu harus dihabiskan dalam waktu tak lebih dari enam bulan.  Banyaknya uang yang beredar di Timika juga menjadi penyebab terjadinya konflik.  Belum lagi jika PT FI memberikan 1 persen kepada Suku Amungme dan Kamoro dalam jumlah ratusan miliar rupiah per tahun, walaupun tak semua Orang Amungme dan Kamoro menikmatinya.  Bahkan hidupnya mereka sangat miskin dan melarat. 

2.      Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan di Papua

Faktor penyubur konflik lainnya misalnya sektor pendidikan dan kesehatan yang tak berjalan baik.  Ibaratnya jika tingkat pendidikan baik maka masyarakat tak mudah terpengaruh oleh rayuan provokator sehingga tak mudah timbul konflik.  Begitupun dengan kesehatan, jika warganya sehat dengan asupan gizi yang cukup maka tak ada alasan bagi masyarakat setempat untuk terlibat dalam konflik.  Persoalan yang selalu menimbulkan terjadinya konflik juga lantaran penjualan minuman keras (miras) yang tak terkontrol.  Sejumlah pengusaha beroperasi walaupun tak memiliki izin penjualan dari pihak pemerintah daerah setempat.  Terdapat juga miras oplosan yang berbahaya bagi tubuh manusia.   Dalam banyak kasus, miras juga menjadi penyebab konflik yang berkepanjangan di Timika.  Namun hal ini tak pernah disikapi pemerintah daerah setempat. 

3.      Kalangan pemuda yang tidak menuruti ketua adat

Pada kasus konflik antara suku Dani dan suku Damal, setelah ada korban meninggal kepala suku salah satu dari kedua suku tersebut telah memberikan tanda damai. Namun beberapa kalangan anak muda justru tidak mendengarkan perintah dari kepala suku.  Akibatnya terjadi konflik lagi karena dendam yang harus dibalaskan.  Dalam kondisi seperti ini, aparat keamanan diterjunkan untuk melerai konflik, namun sering kali justru aparat keamanan yang ditudu menjadi penyebab karena mungkin sudah geram dengan aksi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

4.      Balas dendam masih menjadi budaya di Papua

Sejumlah kasus kekerasan terjadi di Papua, selain penembakan, perang antar suku juga kerap terjadi.  Polisi menengarai hal ini karena adanya dendam antar kelompok.  "Memang antar suku di Papua sering terjadi masalah kecil, seperti masalah perbatasan dan lain-lain yang kecil-kecil.  Maka terjadi perselisihan antar mereka dan membawa sukunya untuk menyerang antar suku sehingga terjadilah suatu benturan suku,"  ujar Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Sutarman usai rapat tentang Century dengan pimpinan DPR dan anggota DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (6/6/2012) (detiknews).  Untuk menghindari terjadinya perang antarsuku, mungkin bisa saja menggunakan pendekatan pencegahan. Caranya adalah dengan menyampaikan imbauan ke masyarakat agar menyelesaikan masalah tidak dengan cara perang.  "Karena memang budaya di sana menyelesaikan masalah dengan cara-cara balas dendam, jadi banyak persoalan di Papua akhirnya menimbulkan korban jiwa yang dibayar mahal antar kelompok," sambung Sutarman.  Tim dari Bareskrim Polri telah dikirim ke Papua untuk mem-back up pasukan.  Sementara itu pasukan telah disiagakan di sejumlah wilayah seperti Mimika, Puncak Jaya, dan di beberapa daerah lainnya.  Sayangnya komunikasi dan transportasi di Papua cukup sulit, sehingga jika terjadi bentrokan melibatkan banyak orang menjadi korban.

5.      Profokasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab

Peperangan antarsuku yang terjadi di Papua salah satunya juga disebabkan karena ulah provokasi baik dari anggota masyarakat suku ataupun orang yang tidak bertanggung jawab.  Sebagai contoh ketika warga dari suku Wamena menghancurkan pemukiman warga suku Yoka karena warga suku Wamena terprovokasi dengan nada dering / ring tone yang dibuat oleh seseorang dari suku Yoka. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat suku di Papua sangat mudah terprovokasi dengan isu-isu yang ada dalam masyarakat.  Apalagi budaya balas dendam masih menjadi hal yang lumrah bagi mereka.  Jika satu nyawa hilang, maka dibalas dengan satu nyawa juga.


B.4 DAMPAK KONFLIK ANTAR SUKU DI PAPUA TERHADAP MASYARAKAT

Konflik antarsuku yang terjadi di Papua memang sudah terjadi beberapa tahun terakhir.  Konflik yang terjadi tidak hanya di satu daerah saja, tetapi di beberapa daerah dengan sebab yang berbeda.  Konflik yang terjadi di Papua adalah seputar balas dendam, tidak setuju dengan kebjakan pemerintah sehingga timbul pertikaian dengan aparat keamanan, konflik dengan perusahaan yang ada di Papua, dan lain-lain.  Beberapa dampak dari adanya konflik di Papua antara lain       :

1)      Rusaknya fasilitas umum.

2)      Hancurnya pemukiman warga.

3)      Jatuhnya korban, baik yang luka-luka maupun tewas.

4)      Warga yang tidak bersalah juga ikut menjadi korban, sehingga dapat menimbulkan dampak psikologis.

5)      Masyarakat merasa tidak aman dengan adanya konflik yang terjadi.

6)      Menimbulkan perpecahan di masyarakat.

7)      Hilangnya rasa kepercayaan dalam masyarakat.

8)      Goyang dan retaknya persatuan.     

9)       Menimbulkan dampak psikologis yang negatif, seperti perasaan tertekan sehingga menjadi siksaan terhadap mentalnya, stres, kehilangan rasa percaya diri, rasa frustasi, cemas dan takut.

10)    Mematikan semangat kompetisi dalam masyarakat karena pribadi yang mendapat tekanan psikologis akibat konflik cenderung pasrah dan putus asa

11)   Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia. Hal tersebut terjadi apabila konflik telah mencapai pada tahap kekerasan, seperti perang, bentrok antar suku.


B.5. SOLUSI PENYELESAIAN KONFLIK DI PAPUA

Konflik di Papua terjadi hampir beberapa tahun terakhir. Hal ini karena belum adanya penanganan secara tuntas mengenai konflik itu sendiri, selain kendala sosial maupun geografis di Papua tentunya.  Kesadaran akan hukum dan kebersamaan masyarakat khususnya masyarakat adat Papua yang masih rendah juga menyebabkan sulitnya penyelesaian konflik secara tuntas.  Namun, tidak ada salahnya mencoba dan terus berusaha mencari solusi dan melakukan tindakan agar konflik terselesaikan.  Perlunya kerja sama dari setiap elemen masyarakat, baik dari warga, pihak-pihak perusahaan penyedia lapangan pekerjaan, dan juga pemerintah akan sedidik demi sedikit menyelesaikan konflik.  Masyarakat bisa melakukannya dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya hukum dan saling menghargai sesama manusia. Pihak perusahaan dapat memberikan kebijakan perusahaan kepada para karyawannya dengan lebih demokratis.  Sementara pemerintah dan aparat keamanan lebih membentuk konsep peningkatan kewaspadaan dan kecepatan melerai konflik agar tidak meluas dan berkelanjutan.

Apakah ada cara yang dipandang paling efektif untuk menghentikan konflik?
Cara yang paling efektif adalah pertama melakukan upacara ritualnya harus sesuai dengan adat, artinya siapa yang berhak untuk memegang babi, yang bertugas memegang dan memanah. Itu harus dilakukan oleh orang-orang tertentu yang dipandang memiliki pengaruh kuat sehingga kecil kemungkinan kesepakatan perdamaian untuk dilanggar.
Selain itu, sumber-sumber yang menjadi bibit konflik seperti tanahnya yang direbut harus diselesaikan dengan baik. Bila tidak, perang antar-suku sewaktu-waktu akan kembali pecah. Perang kembali pecah biasanya karena kesalahan dalam memilih orang sebagai juru damai, ini terkadang sengaja dilakukan dengan harapan perang kembali terjadi.
Suku Amungme sebenarnya adalah suku yang tidak suka berperang, akan tetapi karena saat ini mulai terdesak oleh suku Dani, maka suku Amungme-pun pada akhirnya terbiasa melakukan perang. Secara umum perang antar suku tidak hanya terjadi pada kedua suku tersebut, akan tetapi kebiasaan perang sudah dimiliki oleh suku-suku lain di Papua.

Dalam menangani konflik di Papua, pemerintah harus melakukan upaya yang bener-benar serius.  Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah dalam menangani konflik antarsuku di Papua.  Langkah-langkah tersebut antara lain    :

a)      Melakukan sosialisasi tentang pentingnya kebersamaan.

Kebersamaan merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap warga Negara dalam kehidupan bernegara.  Sosialisasi dilakukan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar lebih bisa saling menghargai antarsuku dan tidak saling mencela.  Namun hal ini biasanya menemui kendala, karena ada beberapa suku yang ‘rewel’dan tidak menghiraukan imbauan yang telah diberikan.

b)      Memperbaiki tingkat pendidikan di Papua.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa tingkat pendidikan di Papua bisa dibilang masih jauh dari kemakmuran.  Walaupun sudah banyak orang-orang Papua yang menempuh sampai tingkat pendidikan tinggi, namun tidak sedikit pula yang masih belum mengenyam pendidikan, terutama masyarakat suku adat.  Pendidikan belum tersebar merata di Papua, mengingat kondisi geografis di Papua juga sulit untuk dicapai. 

Terlepas dari semua kendala yang ada di Papua, pemerintah dalam hal ini adalah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan harus mempunyai cara yang efektif untuk bisa meningkatkan mutu pendidikan anak-anak Papua.  Ketika anak-anak Papua dapat menikmati pendidikan yang layak, mereka akan sedikit demi sedikit merubah pola pikir merka yang tradisional ke pemikiran yang lebih modern.  Logika mereka akan berjalan dengan semestinya.  Mereka akan sadar tentang arti kebersamaan dan pentingnya saling menghargai antar suku.  Penalaran dan logika sebagai dasar pengetahuan akan bisa menuntun masyarakat menjadi warga Negara yang patuh dan menghargai adanya hukum.  Oleh karena itu, pemerintah harus lebih bisa menanamkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan masyarakat di Papua dalam kaitannya dengan kewarganegaraan.

1.      Memberikan lapangan kerja yang cukup bagi masyarakat Papua.

Kemiskinan yang ada di Papua salah satunya disebabkan karena lapangan kerja yang tidak tersedia secara menyeluruh.  Ketika beberapa perusahaan besar yang ada di Papua memberikan pekerjaan bagi masyarakat di Papua, itu tidak menjamin kalangan masyarakat banyak yang bekerja.  Apalagi pekerja dari luar Papua juga semakin banyak yang bekerja di perusahahan asing yang ada di Papua seperti PT. Freeport Indonesia.  Pemerintah seharusnya bisa mendidik masyarakat Papua untuk lebih berjiwa wirausaha, agar dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, sehingga tidak akan terjadi konflik antara masyarakat dengan pihak perusahaan maupun dengan sesama masyarakat.  Angka kemiskinan pun akan bisa sedikit demi sedikit terkurangi.

2.      Meningkatkan kewaspadaan aparat keamanan di daerah-daerah yang rawan dengan konflik.

Aparat keamanan yang ada di Papua, seharusnya dapat bergerak lebih cepat jika dibandingkan dengan warga yang biasanya melekukan provokasi misalnya dengan melakukan aksi penembakan.  Aparat keamanan harus lebih sigap dalam menyikapi terjadinya konflik jika tidak mau dicap sebagai dalang dari kerusuhan.  Sering kali aparat keamanan dituduh menjadi sumber kerusuhan di masyarakat, terutama pada saat melerai kubu yang berkonflik.  Sistem keamanan mungkin harusnya lebih wapada seperti pada masa orde baru, ketika ada sedikit isu mengenai konflik, aparat langsung bertindak.  Sehingga belum sampai terjadi konflik isu sudah mereda dan konflik tidak akan terjadi.


B.6. PERAN GENERASI MUDA MENGATASI KONFLIK ANTAR SUKU DI PAPUA

A.    DEFINISI PEMUDA

Menurut WHO pemuda digolongkan berdasarkan usia, yakni 10-24 tahun. Definisi lainnya,.United Nations General Assembly “Youth Programme works with “young people (aged 15-29)” . Dan menurut Government of Tasmania “Youth is people between the ages of 20 and 25.” . Menurut draft RUU Kepemudaan, Pemuda adalah mereka yang berusia antara 18 hingga 35 tahun. Berdasarkan International Youth Year yang diselenggarakan tahun 1985, mendefinisikan penduduk berusia 15-24 tahun sebagai kelompok pemuda. . Dari berbagai definisi pemuda tersebut, secara umum pemuda digolongkan berdasarkan rentang usia yaitu di bawah 35 tahun.

B.     PERANAN PEMUDA

Kaum muda Indonesia adalah masa depan bangsa. Karena itu, setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus sebagai pelajar,mahasiswa, ataupun yang sudah menyelesaikan pendidikannya adalah aktor-aktor penting yang sangat diandalkan untuk mewujudkan cita-cita pencerahan kehidupan bangsa kita di masa yang akan datang.

Semua warga Negara berhak bertanggung jawab atas perdamaian dan terciptanya rasa aman,bukan hanya dari generasi muda saja tetpai seluruh warga Negara juga ikut bertanggung jawab atas konflik yang terjadi di Papua akhir-akhir ini. Bahkan tidak jarang generasi muda sebagai penerus,menjadi objek sekaligus subjek utama dari berbagai program upaya upaya perdamaian.

Banyak permasalahan yang terjadi akibat perbedaan etnis dan agama,suku dan ras terlebih lagi di papua. Disinilah letak peran pemuda, Dalam segala aktifitasnya mulai dari Organisasi Masyarakat, Organisai Mahasiswa di bawah payung Perguruan Tinggi, Organisasi Kepemudaan mengatasnamakan seni dan sportifitas dan lain sebagainya, telah mampu menunjukan kepada masyarakat, bahwa melalui aktifitas dan organisasi pemuda ada timbul rasa toleransi terhadap buadaya lain, ada timbul rasa persatuaan dalam perbedaan paham. Meskipun hasilnya belum maksimal.

Papua merupakan pulau dengan penduduk jumlah suku terbanyak. Terdapat lebih dari 255 suku bangsa (termasuk nonpapua) yang tinggal di Papua. Begitu banyaknya suku di Papua membuat potensi terjadinya konflik begitu besar. Terlebih lagi keadaan ekonomi yang tidak merata membuat kecemburuan sosial terhadap daerah dan suku lain meningkat, bila ini terus terjadi hubungan antar masyarakat akan memburuk. Daerah yang terdapat pemuda yang tidak mampu menyadari peranannya, akan terjadi konflik sosial. Dimulai dari ketidak sesuaian menerima budaya baru dan ketidakcocokan menerima paham lain dari luar, menyebabkan tidak ada rasa toleransi akan adanya etnis dan agama yang baru (termasuk suku dan ras).


a.      PEMUDA JAMAN SEKARANG

Sekarang Pemuda lebih banyak melakukan peranan sebagai kelompok politik dan sedikit sekali yang melakukan peranan sebagai kelompok sosial, sehingga kemandirian pemuda sangat sulit berkembang dalam mengisi pembangunan ini, Pemuda tidak lagi sebagai motor penggerak perubahan dan pengawas kebijakan pemerintah. Para kaum muda yang bergerak dibidang politik sudah sangat sedikit yang melihat pentingya peranan mereka ditengah masyarakat Papua. Disaat Pemuda mulai bergerak berlomba-lomba menguasai setiap aspek pemerintahan, pemuda tidak lagi menjadi agen pemersatu etnis dan agama di Papua melainkan menjadi sebuah momentum “kesombongan” akan anggota etnis atau agama tersebut, sehingga fungsi pemuda sebagai Agen pemersatu etnis dan agama di Papua terabaikan.

Pemuda masa kini juga lebih suka berorganisasi lewat dunia maya, melalui situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan lain sebagainya. Hal ini memang lebih mudah mendapatkan anggota dengan cara pandang dan visi yang sama, namun tidak menjawab permasalahan yang real, permsalahan yang nyata didalam kehidupan bermasyarakat di Papua.
Kemajuan teknologi informasi memang baik. Namun, sekali lagi pembangunan di Papua belumlah merata ditiap provinsi dan kampung-kampung, sehingga pengikut organisasi dunia maya bukanlah mereka yang melihat jelas situasi yang ada ditengah-tengah masyarakat Papua


b.      MENYADARKAN PENTINGNYA PERANAN PEMUDA

Dibutuhkan pembinaan yang intensif terutama pembinaan moral, agar pemuda memiliki rasa tanggung jawab untuk membangun serta berjuang untuk kepentingan masyarakat, tidak hanya untuk kepentingan pribadinya. Pendidikan multibudaya dan pengamalan pancasila sejak mulai bersekolah membantu Papua menghasilkan pemuda-pemuda yang bisa menjadi pemimpin rakyatnya menuju kebersamaan dan keharmonisan bermasyarakat.

Pendidikan multibudaya dapat diberikan dalam setiap aspek sekolah kepegawaian, kurikulum, disipliner kebijakan, keterlibatan siswa, dan orang tua dan keterlibatan masyarakat, Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis . Sehingga setiap pemuda tidak memiliki rasa rasisme.

Peranan pemerintah sangatlah penting dalam menjaga stabilitas negara, terlebih lagi di Papua  dimana tubrukan budaya antar etnis dan agama sangatlah mudah. Peranan pemerintah bukan hanya dari segi ekonomi, pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana, melainkan dalam menanamkan Wawasan Nusantara kepada pemuda, dimana pemuda diharapkan mampu menjadi tolerator, “penerjemah” , pemersatu dari perbedaan etnis dan agama. Sehingga pemuda secara tidak lansung telah menjadi agen pemersatu antar etnis dan agama.

Menurut Prof. Dr. Wan Usman, Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam . Dengan mengajarkan Wawasan Nusantara kepada mahasiswa melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, mahasiswa sebagai pemuda yang terdidik mampu menyadari bahwa Indonesia memilki keberagaman diberbagai aspek kehidupan, sehingga seorang mahasiswa bersifat tolerir juga mampu menjadi contoh masyarakat, dalam bertindak dan bersikap terhadap etnis dan agama lain

Namun pemahaman wawasan nusantara yang diberikan tentu tidak merata disetiap daerah terlebih lagi di daerah dengan pendidikan dan tingkat ekonomi yang rendah. Hal ini menjadi PR bagi pemerintah dalam membangun Papua.

Bila tidak ada perubahan, Papua akan mengalami suatu titik dimana tidak adanya saling percaya antar etnis dan agama, Perkembangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat akan bersifat kolusi (bersifat sepihak) sehingga pembangunan di tanah Papua tidak berjalan. Lebih parah dari itu, Kehidupan bermasyarakat di Papua tidak akan harmonis, Sistem perekonomian dan sosial tidak lagi bisa diatur pemerintah. Hal ini tidak saja berdampak pada suku nonpapua, melainkan pada taraf lebih parah akan berdampak pada sesama suku Papua, karena dari 255 suku asli Papua akan saling berlomba membangun daerahnya sendiri, dan menyingkirkan kepentingan daerah yang memiliki etnis dan agama minoritas.

BAB III

PENUTUP

C.1. KESIMPULAN

            Konflik antar suku di Papua hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi setiap warga Negara di Indonesia.  Mengingat di daerah-daerah lain di Indonesia juga sering terjadi konflik, maka semua elemen masyarakat harus bisa bekerja sama menyelesaikan konflok yang terjadi.  Papua yang kaya akan sumber daya alam harus mempunyai sumber daya manusia yang baik agar kekayaan alam Papua tidak terus menerus diekspolitasi oleh pihak asing.

Penyebab-penyebab terjadinya konflik di Papua harus segera diatasi.  Dengan pertimbangan yang matang, penyebab konflik hars dianalisa secara mendalam.  Beberapa penyebab adanya konflik antar suku di Papua antara lain :

a.       Banyaknya warga pendatang baru yang berasal dari luar Papua.

b.      Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan di Papua

c.       Kalangan pemuda yang tidak menuruti ketua adat

d.      Balas dendam masih menjadi budaya di Papua

e.       Profokasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab

Ketika penyebab konflik dapat dianalisa dengan baik, konflik akan bisa diwaspadai.  Sebelum terjadi konflik, aparat sudah bertindak dengan menanggapi isu –isu yang berkembang, sehingga konflik tidak dapat terjadi.  Jikalau konflik terjadi, mungkin dampak yang ditimbulkan tidak akan terlalu parah.  Meskipun idealnya konflik ada dalam masyarakat, namun meredam konflik juga tidak ada salahnya.  Apalagi jika konflik meluas dan menimbulkan dampak yang merugikan.  Dampak konflik antar suku yang sering terjadi di Papua, yang mengganggu keamanan di Papua itu antara lain :      

a.       Rusaknya fasilitas umum.

b.      Hancurnya pemukiman warga.

c.       Jatuhnya korban, baik yang luka-luka maupun tewas.

d.      Warga yang tidak bersalah juga ikut menjadi korban, sehingga dapat menimbulkan dampak psikologis.

e.       Masyarakat merasa tidak aman dengan adanya konflik yang terjadi.

f.       Menimbulkan perpecahan di masyarakat.

g.      Hilangnya rasa kepercayaan dalam masyarakat.

Pemerintah dalam hal ini adalah yang mengatur kegiatan bernegara untuk rakyat harus segera melakukan tindakan untuk menyelesaikan konflik antar suku yang terjadi di Papua.  Beberapa tindakan yang bisa dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut :

a.       Melakukan sosialisasi tentang pentingnya kebersamaan.

b.      Memperbaiki tingkat pendidikan di Papua.

c.       Memberikan lapangan kerja yang cukup bagi masyarakat Papua.

d.      Meningkatkan kewaspadaan aparat keamanan di daerah-daerah yang rawan dengan konflik.

Perlunya kerja sama dari setiap elemen masyarakat, baik dari warga, pihak-pihak perusahaan penyedia lapangan pekerjaan, dan juga pemerintah akan sedikit demi sedikit menyelesaikan konflik.  Masyarakat bisa melakukannya dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya hukum dan saling menghargai sesama manusia.  Pihak perusahaan dapat memberikan kebijakan perusahaan kepada para karyawannya dengan lebih demokratis.  Sementara pemerintah dan aparat keamanan lebih membentuk konsep peningkatan kewaspadaan dan kecepatan melerai konflik agar tidak meluas dan berkelanjutan.  Oleh karena itu, sebagai pengamalan dari sila-sila pancasila, terutama sila kedua dan ketiga, sebagai warga Negara kita hendaknya saling menghargai antar sesama manusia untuk bisa bersatu dalam kebersamaan rakyat Indonesia.

Peran pemuda memang sangatlah penting untuk generasi yang akan datang. Mereka bertanggung jawab untuk menciptakan perdamaian di Indonesia. Kita harus bisa menciptakan atau mencetak generasi bangsa kita dengan kretif inovatif. Agar mereka dapat membantu menciptakan perdamaian dan menjaga utuh persatuan dan kesatuan di Negara kita. Para generasi muda harus di persiapkan mulai dari sekarang dengan melalui pelatihan pelatihan kerja atau ketrampilan dari pemerintah. Agar mereka tercetak sebagai penerus bangsa yang bertanggung jawab atas perdamaian antar suku ras agama maupun etnis di Negara kita.

 C.2. SARAN

Saran saya , dari segala bentuk perubahan sosial yang terjadi di masyarakat, baik karena kemajuan zaman maupun kebijakan pemerintah, tidak boleh mempengaruhi pemuda –pemuda di Papua dan menjadikan pemuda lemah serta tidak mampu beradaptasi.
Pemuda-pemuda di Papua dihadapkan dengan dua pilihan untuk masa depan Papua,
Pilihan pertama, menjadi cerdas dan menjadi generasi penerus yang mengetahui pentingnya peran sebagai agen pemersatu bangsa. Dan membangun Papua menjadi bangsa yang sejahterah
Atau pilihan kedua, menjadi bodoh dan tetap berpikiran sukuisme, hingga generasi berikutnya dan generasi seterusnya tidak mampu memperbaiki kekacauan dan tidak mampu lagi menjadi pembaharu akan kegagalan itu

Saya menyarankan melalui makalah ini, pembaca mengerti akan pilihan yang dihadapkan kepada pemuda-pemuda di papua, dan memberikan pemahaman ini seluas-luasnya demi kemajuan masyarakat Papua.
Melalui makalah ini saya berharap pemuda-pemuda di Indonesia khususnya di Papua, tidak pasrah dan menunggu kebijakan pemerintah melainkan melakukan reformasi karakter diri. Sehingga terwujudlah kehidupan yang harmonis dan sejahterah.


DAFTAR PUSTAKA











Popular posts from this blog

PROSES BELAJAR DALAM PENYULUHAN PERTANIAN

Ruang Kuliahku (Contoh Paragraf Deskripsi)

ETIKA BISNIS dan KEWIRAUSAHAAN